Sabtu, 12 Maret 2016

PAK TUA



JUMAT masih pagi. Jam di dinding kantor menunjukkan pukul 10.00 Wita, Ini artinya ruang kerja saya masuk dalam zona merah alias “SIBUK“. Khusus hari ini, status SIBUKNYA bukan SPESIAL tapi naik ke level ISTIMEWA. Soalnya 4 hari ke depan kami dituntut untuk sukses menyelenggarakan Bimbingan Teknis di ibukota provinsi . Hal lain yang membuat sibuk hari ini menjadi ISTIMEWA karena keputusan pimpinan tentang jadi tidaknya penyelenggaraan acara ini baru ditetapkan pagi ini. Belum lagi besok kantoran dah pada Libur, kosong satu keluar kota dan bla..bla..bla...pokoknya SIBUK-SIBUK hari ini ISTIMEWA banget dah kamprettnya. Saking ISTIMEWANYA, saya jadi keranjingan mengabsen nama-nama binatang dengan tanda !!! sebagai penutup (aaa...uuu...ooo #  tarzanwati kota beraksi )
                Di tengah kesibukan ISTIMEWA ini, tiba-tiba Pak TUA, sang penjual kacang, masuk ke ruangan dengan menenteng keranjang jajanannya. PAK TUA kemudian menaruh keranjang di atas meja, membuka tutup keranjang dan tersenyum.Teman-teman pun satu per satu berkerumun di meja dan mulai memilih kacang kesukaannya, menyerahkan uang 10 ribuan lalu kembali sibuk dengan tugas masing-masing.
                Memang ini bukan kali pertama PAK TUA menawarkan jajanannya di ruangan, Hampir sekitar setahun, saya dan teman-teman jadi pelanggan setia Bapak yang usianya mungkin sudah menginjak 70an tahun ini. Namun demikian, tak seperti penjual pada umumnya yang menawarkan dagangannya dengan mengumbar berpuluh kosatakata dengan kecepatan 3 kata per detik,  PAK TUA yang selalu mengenakan topi pet berwarna putih ini sangat hemat dalam berkata. Beliau hanya akan masuk ruangan, membuka tutup keranjang, tersenyum dan berujar “ 10 ribu saja nak “.  





                Saya dan teman-teman sebisa mungkin membeli jajanan bapak ini, di mata kami, bapak ini selalu menjadi cermin untuk tetap bersyukur dan bekerja keras. Bagaimana tidak,  PAK TUA  berusia 70an tahunan saja masih bekerja keras kesana kemari menjajakan kacang dengan senyum yang menghiasi wajahnya, masa kami yang muda-muda ini ( eheeem ) tak pandai mensyukuri pekerjaan yang telah kami milliki ( maksud bersyukur disini yah yang sepantasnya, bukan bersyukur buta yang sampai mangut-mangut saja biar kata ditindas pimpinan, MENGERTI ! #kode keras untuk diri sendiri ). Seperti Kak Ochan dan K Sulvi bilang, Orang berusia lanjut macam PAK TUA ini bekerja untuk menghindarkan diri mereka dari mengemis, sehingga wajib hukumnya diapresiasi meski kata duit di dompet dah pas-pas-pas-pasan banget.
                Dari cerita yang beredar. PAK TUA ini dulunya seorang bujang sekolah. Hanya saja karena sebuah sebab, pekerjaan itu terpaksa ditinggalkan. Untuk menghidupi anak-anaknya yang kesemuanya menderita “Tuna Rungu = tuli “, PAK TUA terpaksa masih harus bekerja di usianya yang sudah lanjut dengan menjajakan kacang kesana kemari. Jajanan Kacang bernilai 10 ribu rupiah per bungkus itu pun kabarnya bukan milik PAK TUA, beliau hanya membantu memasarkan dan mendapatkan bagi hasil untuk setiap bungkus yang terjual.Paling tinggi mungkin 3.000 rupiah/bungkus yang didapat oleh PAK TUA.(Hikz)
                Tiap kali melihat PAK TUA, wajah papi selalu terlintas di benak saya .Syukur tak terhingga pun terucap dalam hati kepada sang pencipta. Alhamdulillah, papi di usianya yang ke 60an tahun, ga perlu lagi ke sana kemari mencari selembar dua lembar uang untuk menghidupi kami dan bisa  fokus beribadah dan menikmati hari tuanya.  Tiap kali melihat PAK TUA, saya pun termotivasi untuk bekerja optimal sebagai wujud syukur. Bersyukur masih diberi kesehatan dan kesempatan untuk bekerja, bersyukur tiap awal bulan menerima penghasilan dengan jumlah tetap- tidak seperti PAK TUA yang jumlah pemasukannya tak pasti meski dah berusaha keras sepanjang hari-, bersyukur tak perlu berpanas-panas kesana kemari. Tak ada yang tahu apa yang terjadi di masa depan. Tak ada jaminan, bila di masa depan nasib kita tak akan berakhir seperti PAK TUA.
                Tiap kali melihat PAK TUA, tak hanya perasaan syukur yang hadir, rasa marah juga ikut hadir. Bagaimana tidak, di Usianya yang sepuh, tak seharusnya PAK TUA masih bekerja. NEGARA mestinya hadir untuk memfasilitasi orang-orang dengan situasi macam PAK TUA yang lanjut usia dan memiliki tanggungan anak-anaknya yang menderita disabilitas “TUNARUNGU.” Tapi lagi-lagi, NEGARA gagal hadir dengan cara yang tepat untuk mereka. HIKZ. Irna doakan semoga PAK TUA Sehat selalu dan dimudahkan rejekinya. Semoga dalam waktu singkat, kami selaku Pembantu Negara Selamanya (PNS) bisa berbuat lebih baik , tak sebatas hanya bisa membeli dua tiga bungkus kacang PAK TUA untuk menutupi rasa bersalah ini

0 komentar:

Posting Komentar