Minggu, 09 Oktober 2016

Aleph


Tubuh yang kian hangat disertai sensasi dingin yang menjalar di setiap ruas-ruas tulang melabuhkan saya di empuknya kasur berbalut lembutnya selimut selama empat hari. Di tiga hari pertama, saya hanya bisa diam pasrah merasakan kontrasnya hantaman panas dingin di sekujur tubuh sembari sesekali menikmati riuhnya media sosial saat terjaga. Di hari keempat  panas tubuh saya berangsur-angsur normal setelah menikmati hangatnya seduhan jahe merah campur susu buatan mami. Yang tersisa hanya rasa letih dan perihnya tenggorakan menghadirkan suara seksi serak basah ala anggun c sasmi #ilusimu irna hahahaha.
  
Menikmati “Aleph” karya paulo coelho di hari keempat membuat waktu terasa berlalu lebih cepat. Setelah sekian bulan, ini kali pertama saya menikmati buku hingga halaman terakhir tanpa perlu melayangkan jurus sakti cicilan baca Hehehe. Biasanya untuk menghabiskan satu buku saya harus nyicil baca per-25 halaman atau  satu bab untuk sekali baca. Alhamdulillah berkat sakit ini, kembali , saya bisa merasakan sensasi membaca non stop, menikmati sebuah buku dari halaman pertama hingga halaman terakhir tanpa diinterupsi kegiatan lainnya. Asli girang tak terkira hehehehe

***

“Aleph“ merupakan kosa kata yang tak pernah saya dengar sebelumnya. Dalam buku ini Aleph diartikan sebagai titik di mana segala sesuatu berada di tempat serta waktu yang sama. (p.93).  Saya juga masih kurang paham maksudnya bagaimana. Namun gambaran tentang aleph juga dijelaskan pada p.191 sebagai berikut :

“ Kadang-kadang, saat aku melihat putraku tidur, aku bisa melihat segala hal yang sedang terjadi di dunia: tempat ia berasal, tempat-tempat yang akan dia tuju serta cobaan-cobaan yang harus dia hadapi untuk menggapai apa yang akan ia capai dalam bayanganku. Ia tumbuh besar dan aku tetap sangat mencintainya seperti dulu, namun Aleph itu hilang" (p.191)
 
Novel Aleph bercerita tentang seorang penulis bernama Paulo yang melakukan perjalanan kereta api melintasi rusia (Trans-Siberia) untuk menemukan jawaban atas keraguan iman, kegelisahan dan ketidakpuasan hidup yang dirasakan seraya mempromosikan karya-karyanya. Perjalanan spritual itu dilakukan setelah meminta nasehat guru spritualnya bernama J yang menyarankannya untuk melakukan perjalanan mencari jawaban dan kembali menjadi raja di kerajaannya sendiri :
 
“Tidak ada gunanya duduk di sini, menggunakan kata-kata yang tidak berarti apa-apa. Pergilah dan bereksperimen. Sudah waktunya kau keluar dari sini. Pergi dan taklukkan kembali kerajaanmu yang mulai tercemar oleh rutinitas. Berhenti mengulang-ulang pelajaran yang sama karena kau tidak akan mempelajari hal baru dengan cara itu.” –J. (p.21)

Paulo melakukan perjalanan kereta api bersama rombongannya, yaitu sang penerbit, istri penerbit, Editor, penerjemah rusia bernama Yao dan seorang pembaca perempuan dari turki bernama Hilal. Kisah seputar interaksi Paulo dengan Yao dan Hilal selama perjalanan kemudian menjadi inti cerita novel ini.

 Hilal adalah gadis 21 tahun yang berkeras ikut dalam perjalanan Paulo melintasi rusia. Hilal meyakini bahwa ia ditakdirkan untuk menyalakan api suci untuk paulo atau dengan kata lain ditakdirkan menjadi kekeasih Paulo sejak kehidupan yang lampau. Sekali  Paulo dan Hilal mengalami Aleph di sebuah celah gerbong kereta api yang mereka tumpangi. Sejak itu, Paulo  menyadari bahwa Hilal adalah kunci untuk menemukan jawaban yang dicarinya dalam perjalanan itu.

Selanjutnya dikisahkan bahwa hilal adalah inkarnasi salah seorang dari delapan perempuan yang dibakar hidup-hidup akibat perbuatan paulo di kehidupan Lampau. Dimana, digambarkan bahwa di kehidupan lampau paulo adalah seorang biarawan dominikan yang terlibat dalam penetapan hukuman bagi para gadis yang dituduh sebagai penyihir, dimana satu diantara para gadis itu adalah wanita yang dicintai sang biarawan. di masa sekarang wanita yang cintai itu mewujud sebagai hilal.

Sebelum bertemu dengan hilal, ternyata paulo telah bertemu dan mengalami aleph dengan 4 perempuan yang kemungkinan besar adalah inkarnasi dari 8 gadis yang dihukum oleh gereja. Dengan begitu hilal adalah inkarnasi gadis ke 5. Namun dengan ke-4 inkarnasi gadis sebelumnya, Paulo belum mengetahui kisah selengkapnya. Perjalanan ke masa lampau yang Paulo lakukan dengan para perempuan itu hanya memberikan potongan-potongan cerita yang mengesankan bahwa paulo memiliki andil atas kematian / kesengsaraan para perempuan itu di masa lampau. Pengetahuan itu menciptakan rasa bersalah di diri Paulo yang sekarang dan membuatnya tidak nyaman menjalani hidup. Melalui Hilal, Paulo coba kembali lagi ke masa lampau untuk mengetahui kejadian selengkapnya dan mencari jawaban demi ketenangan di kehidupannya saat ini. Saat sekali lagi ia mengalami aleph bersama hilal, Paulo akhirnya menemukan jawaban itu melalui pernyataan salah seorang gadis sesaat sebelum menjalani hukuman yang dijatuhkan oleh gereja padanya yaitu dibakar hidup-hidup :

Paulo (kepada ke delapan gadis )      :
“ Maafkan Aku “

Salah satu gadis :
“Tidak Perlu, Kami sudah berbicara dengan para roh dan mereka menunjukkan pada kami apa yang akan terjadi. Waktu untuk takut sudah lewat. Sekarang ada hanya waktu untuk berharap. Apakah Kami bersalah ? Suatu hari nanti dunia akan menilainya dan bukan kami yang akan merasa malu. Kita akan bertemu kembali pada masa depan, ketika hidup dan karyamu akan dipersembahkan untuk orang-orang yang sudah disalahpahami maksudnya saat ini, Suaramu akan berbicara keras dan akan akan ada banyak orang yang mendengarkanmu “

Gadis lainnya :
“ Bila Waktunya tiba, irang-orang yang dibakar hari ini akan ditinggikan. Para penyihir dan ahli alkemi akan muncul, sang dewi akan disambut dan para penyihir dirayakan. Semuanya demi kebesaran tuhan. Itulah berkat yangkami berikan untukmu sekarang dan samapi akhir waktu “
(p.305-306)

Setelah mengetahui kisah selengkapnya, Paulo akhirnya memahami nasibnya sebagai penulis. Selanjutnya digambarkan, Paulo coba mengingatkan hilal tentang kebenaran hubungan mereka di kehidupan lampau dan meminta kesediaan hilal mewakili ke delapan gadis untuk memberikan maaf untuknya.

Selain dengan hilal, interaksi Paulo dengan Yao juga salah satu yang mendominasi isi novel ini. Digambarkan bahwa Yao adalah laki-laki baya yang belum bisa menerima kematian istrinya. Berkat interaksinya dengan Paulo, Yao kemudian memiliki persepektif baru tentang perpisahan, sebaliknya Paulo juga banyak mengambil pelajaran dari Yao yang lebih dulu merasai asam garam kehidupan.

Novel diakhiri dengan perpisahan Paulo dengan Hilal. Sebelum meninggalkan bandara untuk bertemu dengan presiden rusia,  Paulo membuat even agar perpisahan dengan hilal lebih romantis. Ia meminta 11 relawan untuk membantunya memberikan 11 mawar kepada hilal saat hilal keluar dari pintu utama bandara. Mawar ke 12 diserahkan oleh Paulo sendiri seraya memberikan pelukan perpisahan kepada Hilal.

“ aku bertanya-tanya, apakah benar jika aku kehilangan kesempatan dengan hilal, aku masih punya tiga kesempatan lagi ( lagi pula, ada delapan gadis yang dihukum mati hari itu dan aku sudah bertemu lima diantaranya). Aku sekarang ragu, apakah aku akan tahu ; dari delapan gadis yang dihukum mati, hanya seorang yang benar-benar mencintaiku, gadis yang namanya tidak pernah kuketahui.” – p.311

***
            Catatan pengarang di akhir novel mengesankan bahwa cerita yang tertuang dalam novel ini adalah pengalaman pribadi Paulo Coelho. Kalau demikian adanya, Jujur, saya tidak meyakini semua ceritanya benar. Saya tidak yakin bahwa perjalanan Paulo ke masa lampau benar-benar terjadi. Bahwa Paulo melihat sosoknya sebagai biarawan dominikan atau penulis perancis di abad 19 benar nyata. Bagian ini bagi saya adalah fiksi. Lagipula, bukankah buku ini di kategorikan sebagai novel, bukan biografi. Sebagaimana novel pada umumnya, agar lebih memikat, tentunya penulis sengaja memberikan bumbu-bumbu tertentu pada ceritanya.    Namun begitu, sebagaimana karya lainnya. Dalam buku ini Paulo Coelho juga menaburkan banyak kata-kata bijak yang dapat jadi bahan renungan bagi kita dalam memandang hidup. Berikut beberapa diantaranya :


“Keraguan mendorong orang maju.” –J. (p.17)

“ sebagai manusia, kita mengalami kesulitan besar untuk memusatkan perhatian pada masa sekarang. Kita selalu berpikir tentang apa yang telah kita lakukan, tentang bagaimana kita seharusnya melakukannya, tentang berbagai konsekuensi perbuatan kita dan tentang betapa kita tidak berbuat seperti yang seharusnya. Atau kita berpikir tentang masa depan, tentang apa yang akan kita lakukan besok, pencegahan-pencegahan apa yang harus kita lakukan, bahaya-bahaya apa yang menanti kita di depan sana, bagaimana cara mencegah apa yang tidak kita inginkan dan bagaimana cara mendapatkan apa yang selalu kita dambakan “(  p.20-21 )

Bukan apa yang kaulakukan di masa lalu yang akan mempengaruhi masa sekarang. Apa yang kaulakukan sekaranglah yang akan menebus masa lalu dan mengubah masa depan (p. 21)

“Itulah yang kumaksud dengan rutinitas. Kau mengira kau ada karena kau tidak bahagia. Orang lain mendapatkan eksistensi dengan bergantung pada masalah-masalah mereka dan menghabiskan sepanjang waktu berbicara tanpa henti tentang anak-anak mereka, para istri dan suami mereka, sekolah, pekerjaan, teman. Mereka tidak pernah berhenti dan berpikir: Aku ada di sini. Aku hasil dari segala sesuatu yang sudah terjadi dan akan terjadi, namun aku ada di sini. Jika aku melakukan perbuatan yang salah, aku bisa memperbaikinya atau setidaknya meminta maaf. Jika aku melakukan perbuatan yang benar, aku akan menjadi lebih bahagia dan semakin terhubung dengan masa sekarang.” –J. (p.21-22)

“ Hidup kita adalah perjalanan konstan, dari kelahiran sampai kematian. Latar belakangnya berubah. Orang-orangnya berubah, kebutuhan-kebutuhan kita berubah, namun kereta apinya terus bergerak. Kehidupan adalah kereta apim bukan stasiun “ ( P.24 )

“ Tragedi selalu membawa perubahan radikal dalam hidup kita, perubahan yang berhubungan dengan prinsip yang sama : Kehilangan. Saat menghadapi kehilangan dalam bentuk apapun, tidak ada gunanya berusaha memperbaiki apa yang sudah terjadi; leboh baik memanfaatkan celah besar yang terbuka di depan kita dan mengisinya dengan hal baru. Secara teori, setiap kehilangan adalah untuk kebaikan kita, namun pada praktiknya, saat itulah kita mempertanyakan keberadaan Tuhan dan bertanya pada diri sendiri : Apa yang sudah kulakukan sehingga pantas menerima hal ini ? Tuhan hindarkan aku dari tragedi dan aku akan mengikuti keinginan-keinginan-MU “ ( P. 27 )

Saat perasaan tidak puas menetap, itu berarti perasaan itu ditempatkan oleh Tuhan karena satu alasan saja: kau perlu mengubah segalanya dan maju. (p.27)

“ Orang bilang sesaat sebelum maut menjemput, masing-masing dari kita memahami alasan keberadaan kita sebenarnya dan dri momen itu, surga dan neraka lahir. Neraka adalah saat kita menoleh ke belakang dalam waktu sepersekian detik itu dan menyadari bahwa kita telah membuang kesempatan untuk menghargai mukjizat kehidupan. Surga adalah ketika kita mampu berkata pada saat itu : Aku membuat banyak kesalahan tapi aku bukan pengecut. Aku menjalani hidupku dan melakukan apa yang perlu kulakukan “
( p. 35 )

“ itulah karakteristik yang menandai seorang pejuang : pengetahuan bahwa tekad dan keberanian tidak sama. Keberanian dapat menarik rasa takut dan kekaguman berlebihan tapi tekad menuntut kesabaran dan komitmen “ ( p. 37 )

Itulah yang kuinginkan. Jika aku percaya aku akan menang, kemenangan akan percaya padaku. Tidak ada kehidupan yang lengkap tanpa sentuhan kegilaan, atau, meminjam kata-kata J., yang perlu kulakukan adalah menaklukkan kembali kerajaanku. Jika aku bisa memahami apa yang terjadi di dunia, aku bisa memahami apa yang terjadi dalam diriku. (p.44)
“ Kehidupan tanpa sebab adalah kehidupan tanpa efek “ ( p.47)

Dulu sekali aku belajar bahwa untuk menyembuhkan lukaku, aku harus memiliki keberanian untuk menghadapinya. Aku juga belajar untuk memaafkan diri sendiri dan memperbaiki kesalahan-kesalahanku. (p.54)

“rutinitas tidak ada hubungannya dengan pengulangan. Untuk menjadi sangat ahli dalam bidang apapun, kau harus berlatih dan mengulang, berlatih dan mengulang sampai teknik tersebut menjadi intuitif “ ( P.63)

“hal yang menyakiti kita adalah hal yang menyembuhkan kita (p.73-74)
Hidup berarti mengalami banyak hal, bukan hanya duduk-duduk dan memikirkan makna hidup. (p.80)

…satu-satunya hal yang kita capai dengan membalas dendam adalah membuat diri kita sama dengan musuh-musuh kita, sementara dengan memaafkan, kita menunjukkan kebijaksanaan dan kecerdasan. (p.83-84)

“Kalau kau menghabiskan terlalu banyak waktu berusaha mencari tahu kebaikan atau keburukan orang lain, kau akan melupakan jiwamu sendiri dan akhirnya kelelahan serta dikalahkan oleh energi yang kauhabiskan untuk menghakimi orang lain.” –Yao (p.86)

‘ kalau kau ingin melihat pelangi, kau harus belajar menyukai hujan (p.89)

‘carilah orang-orang yang tidak takut membuat kesalahan dan yang memang membuatnya. Karena hal itu, karya-karya mereka seringnya tidak dikenali namun justru merekalah tipe orang yang akan mengubah dunia dan yang setelah membuat banyak kesalahan akan melakukan sesuatu yang benar-benar mengubah komunitas mereka ( p.104)

Ini yang Paulo sampaikan tentang bagaimana ia menggambarkan cintanya pada sang istri: “kami bagai dua awan dan sekarang kami satu. Kami tadinya dua kubus es batu yang kemudian meleleh karena matahari dan menjadi aliran air yang sama” [page 104

‘Aku kenal banyak orang yang peduli pada orang lain danluar biasa murah hati untuk memberi dan sangat senang saat ada orang yang meminta nasihat atau bantuan. Dan itu sah-sah saja : menolong orang lain adalah tindakan yang baik. Namun sebaliknya, aku kenal sedikit sekali orang yang mampu menerima, bahkan kalaupun hadiah itu diberikan dengan penuh kasih sayang dankemurahan hati. Seakan tindakan menerima membuat mereka merasa tidak percaya diri, seakan bergantung pada orang lain adalah hal yang hina. Mereka beranggapan Jika seseorang memberi kita sesuatu, itukarena kita tidak mampu mendapatkannya sendiri atau orang yang memberiku ini sekarang suatu hari nanti akan memintanya lagi dengan bunga atau yang lebih parah. Aku tidak layak diperlakukan dengan baik. ( p.111 )

…karena cinta adalah satu-satunya hal yang akan menyelamatkan kita, terlepas dari kesalahan apa pun yang akan kita buat. Cinta selalu lebih kuat. (p.129)

Siapa pun yang mengenal Tuhan tidak dapat menggambarkan-Nya. Siapa pun yang dapat menggambarkan Tuhan tidak mengenal-Nya [page 134

Kita belajar pada masa lalu, namum kita bukanlah hasil dari itu.Kita menderita pada masa lalu, mencintai pada masa lalu, menangis dan tertawa pada masa lalu, namun itu tidak berguna pada masa kini. Masa kini memiliki tantangan-tantangannnya sendiri, sisi baik dan sisi buruknya. Kita tidak bisa menyalahkan ataupun berterimakasih pada masa lalu ata apa yang terjadi sekarang (p.138)

Kita tidak seperti yang orang lain harapkan. Kita adalah orang yang sesuai dengan keputusan kita sendiri. Memang mudah menyalahkan orang lain. Kau bisa menghabiskan seluruh hidupmu menyalahkan dunia,namun kesuksesan atau kegagalanmu sepenuhnya tergantung pada tanggung jawabmu sendiri. Kau bisa mencoba menghentikan waktu tapi itu benar-benar membuang energi “ ( p. 139)

Jika kau hanya bersandar pada pengalaman, kau hanya akan menerapkan solusi-solusi lama pada masalah-masalah baru. (p.140)

Butuh usaha keras untuk membebaskan dirimu dari kenangan, namun begitu kau berhasil, kau mulai menyadari bahwa kau mampu mencapai lebih dari yang bisa kau bayangkan [page 140

“Jalan Kedamaian mengalir seperti sungai, dan karena jalan itu tidak melawan apa pun, jalan itu menang bahkan sebelum ia mulai. Seni kedamaian tidak dapat dikalahkan, karena tidak seorang pun melawan apa pun selain dirinya sendiri. Jika kau menaklukkan diri sendiri, maka kau akan menaklukkan dunia.” (p.160)


Aku memaafkan air mata yang harus kutumpahkan,
aku memaafkan rasa sakit dan semua kekecewaan,
aku memaafkan semua pengkhianatan serta kebohongan,
aku memaafkan semua fitnah dan tipu-muslihat,
aku memaafkan kebencian serta penganiayaan,
aku memaafkan pukulan-pukulan yang melukaiku,
aku memaafkan impian-impian yang rusak,
aku memaafkan harapan-harapan yang mati sebelum waktunya,
aku memaafkan permusuhan serta kecemburuan,
aku memaafkan ketidakpedulian dan niat jahat,
aku memaafkan ketidakadilan yang dijalankan atas nama keadilan,
aku memaafkan kemarahan serta kekejaman,
aku memaafkan kelalaian dan sikap menghina,
aku memaafkan dunia dan semua kejahatannya.
Aku memiliki kemampuan mencintai, terlepas dari apakah aku balas dicintai,
kemampuan memberi, bahkan saat aku tidak punya apa-apa,
kemampuan bekerja dengan bahagia, bahkan ditengah kesulitan-kesulitan,
kemampuan mengulurkan tangan, bahkan saat aku benar-benar sendirian dan diabaikan,
kemampuan untuk mengusap air mata, bahkan saat aku menangis,
kemampuan percaya, bahkan saat tidak seorang pun percaya padaku.
(p.184 )

Hanya seseorang yang mampu berkata ‘aku cinta padamu’ yang sanggup berkata ‘aku memaafkanmu’ (p.238)

Cinta tanpa nama dan tanpa penjelasan, seperti sungai yang tidak bisa menjelaskan kenapa ia mengikuti alur tertentu dan hanya terus mengalir. Cinta yang tidak meminta dan memberikan apa-apa; sungai yang hanya hadir, apa adanya  (p.248)

Mungkinkah menjauhi jalan yang telah digariskan Tuhan? Mungkin saja, tapi itu selalu salah. Mungkinkah menghindari rasa sakit? Mungkin saja, tapi kau tidak akan pernah belajar apa-apa. Mungkinkah mengenal sesuatu tanpa pernah mengalaminya? Mungkin saja, namun hal itu tidak akan pernah menjadi bagian darimu. (p.276)

…kadang kau harus berkelana sampai jauh untuk menemukan apa yang sesungguhnya berada di dekatmu. (p.292)


Sabtu, 17 September 2016

BARONGKO



Saya berencana menghabiskan sore  ini di  Water Boom. Meski belum bisa berenang, berendam sambil memperhatikan beragam aktivitas di kolam renang sangat menenangkan dan menghibur. Sayang, setelah berpakaian renang lengkap dan sholat ashar, cuaca berubah mendung. Gerimis ! Kecewanya mi hati. Hikz
Akhirnya, saya memutuskan menulis tentang aktifitas saya pagi tadi “membuat barongko“. Barongko adalah salah satu kue tradisional daerah sulawesi selatan yang sangat populer. Bahan utamanya adalah pisang kepok matang.
 Sepekan lalu, saat mencari om nurdin di kebunnya untuk suatu keperluan,  saya diberi setandan pisang kepok, setandan pisang raja dan 3 buah pepaya (yeaaaaah gratis hahaha ).  Kebun om nurdin tidak begitu luas namun lumayan komplit. Selain beberapa rumpun pisang dan beberapa pohon pepaya, juga ada singkong, kakao, kelapa, labu, cabe dan mentimun. Saat memanen pisang dan pepaya langsung dari pohonnya dengan tangan sendiri, ada perasaan senang yang saya rasakan. senangnya beda dengan membeli di pasar ( ini bukan senang gratis nah hahaha ). Mungkin gara-gara perasaan serupa ini yang dirasakan om nurdin sehingga ia tetap menekuni aktifitas berkebun di usianya yang menginjak 65 tahun dan berkeras mempertahankan kebunnya meski lahan di sekeliling kebunnya sudah beralih fungsi menjadi pemukiman. 



Back to Barongko. Jadi tadi pagi setelah ngecek isi dapur, ternyata masih tersisa tiga sisir pisang kepok pemberian om nurdin. Pisangnya telah lewat matang, tak cocok lagi untuk dibuat pisang goreng. Dibuang sayang, akhirnya pisang itu diolah jadi barongko, apalagi telur pemberian bunda Elvi masih tersisa 2 rak lagi.
Tak seperti resep kue pada umumnya. Tak ada takaran tertentu dari resep barongko ala mami yang saya buat ini. Semua pake perasaan hahaha, Maklum, dibandingkan saudari-saudarinya yang jago buat kue, mami terkenal paling ga bisa bikin kue hahaha. Tapi kalau harus dibuat mungkin resep Barongko ala mami yang saya buat kurang lebih seperti ini :

Bahan :

a. 1 sisir pisang kepok matang ( 10-12 buah pisang ).
    Bagian tengah pisang (yang ada biji hitamnya) dihilangkan


b. ¼ liter gula pasir ( ini disesuaikan selera, kalo mau lebih manis bisa ditambah takarannya)

c. ½  kaleng Susu kental manis 

d. 7  butir telur ayam

f. Santan dari ½  butir kelapa ( yah kurang lebih 250 ml )


Vanili secukupnya
Garam secukupnya

Cara Membuat
1.      Pisang kepok + telur ayam + santan + gula pasir di blender sampai halus. ( Jadi bubur pisang )
2.      Susu kental manis + vanili + garam dimasukkan ke dalam bubur pisang dan diaduk rata.


3.      Bubur pisang kemudian dituang ke dalam wadah khusus yang dibuat dari daun pisang ( lihat gambar saja kali yah  biar jelas hihihi )

4.      Barangko kemudian dikukus selama kurang lebih 30 menit

5.      Taraaaaa Barangko sudah jadi

Karena kebetulan tadi pagi, pisangnya ada 3 sisir, makanya saya buat sampe 3 resep hehehe. mari buat barongko.....
Fyi : barongko paling mantap bila disajikan dalam kondisi dingin.