Minggu, 26 April 2015

SERATUS TAHUN KESUNYIAN

Kunjungan terakhir ke Yogyakarta , awal april kemarin, mempertemukan saya dengan novel karya Gabriel Garcia Marquez “ Seratus Tahun Kesunyian “. Buku rekomendasi goen ini saya baca di sela-sela kesibukan kantor dan kegiatan off campus diklat. Alhamdulillah, setelah nyaris sebulan, buku ini pun akhirnya bisa tuntas pagi tadi ( lamanyaaaaaa..... hehehe ).

Buku ini diawali dengan catatan penyunting yang dilanjutkan dengan penyajian peta silsilah keluarga Buendia. Pertama kali mengamati peta ini, saya dibuat dibingung dengan pilihan nama tokoh yang serupa, terkhusus nama Jose Arcadio dan Aureliano yang nyaris berulang di setiap generasi. Mengingat saya membaca novelnya dengan cara mencicil selembar demi selembar setiap harinya,maka peta ini cukup membantu. Setiap akan melanjutkan bacaan saya terlebih dahulu kembali ke peta silsilah keluarga Buendia untuk memahami lagi alur cerita novel.

Novel Seratus Tahun Kesunyian bercerita tentang 7 generasi keluarga Buendia selama seratus tahun. Diawali dengan pembentukan Kota Macondo yang dipimpin oleh Jose Arcadio Buendia ( generasi pertama ) dan diakhiri oleh lenyapnya kota macondo oleh terpaan angin topan ketika Aurelio ( generasi ke enam ) berhasil memecahkan misteri perkamen-perkamen Melquides ( seorang gipsy ) yang terjadi hanya beberapa saat setelah kematian Aureliano ( generasi  ketujuh / generasi terakhir ) akibat dimakan oleh semut-semut. Dalam rentang seratus tahun ini, diceritakan pasang surut keluarga Buendia. cerita tentang generasi buendia yang berjaya dimana mereka menjadi keluarga yang paling berilmu, berpengaruh, terpandang dan terkaya di Macando hingga generasi buendia yang mengalami masa kelam dimana generasi keluarga ini terpaksa menjual perabot keluarga untuk uang makan, menjarah tanah rakyat secara paksa dll. Diceritakan pula kisah cinta  para tokoh hingga hubungan sedarah yang dilakoni keluarga Buendia secara berulang.

Ada beberapa hal yang menarik perhatian saya ketika membaca novel ini. Salah satunya adalah para tokoh wanita yang mendampingi para pria buendia. tokoh-tokoh wanita tersebut ditampilkan sebagai sosok kuat, tegar dan tegas dengan prinsipnya masing-masing. Tokoh perempuan juga digambarkan lebih membumi dibandingkan tokoh laki-laki keluarga buendia yang penuh dengan mimpi, ambisi dan cenderung sibuk dengan dirinya sendiri. Salah satunya adalah Ursula Iguaran yang merupakan istri Jose Arcadio Buendia ( generasi pertama keluarga Buendia di Macondo ). Ketika suaminya menghabiskan lebih banyak waktu untuk mencari ilmu, mendalami astronomi dan ilmu kimia serta berupaya mewujudkan ide-idenya daripada bersama keluarganya sendiri. Ursula hadir sebagai tokoh ayah sekaligus ibu dalam rumah tangganya. Ia membersihkan rumah, memasak, mengurus anak sekaligus mencari nafkah dengan mengurus bisnis permen untuk menghidupi keluarganya. Ketika anaknya Jose Arcadio menghilang, dialah yang berkelana mencari sang anak. Sosok Ursula juga senantiasa berusaha menghadirkan rumahnya sebagai tempat kembali yang nyaman untuk para anggota keluarganya, meski tak jarang ia tidak menyukai perilaku anggota keluarganya itu. Misalnya, dengan lapang dada ia menerima, membaptiskan dan membuka rumahnya bagi  17 anak laki-laki dari ibu-ibu yang dihamili oleh kolonel aureliano buendia (putranya) ketika di medan perang serta memberi mereka nama aureliano sebagai nama depan dengan  nama belakang ibu mereka masing-masing atau bagaimana ia tetap menyiapkan kamar dan makanan hangat bagi putranya yang kembali dari medan perang dengan perilaku yang kejam dimana ia sebagai ibunya sendiri tetap diwajibkan berdiri 10 kaki dari anaknya ketika berbicara.
Ursula juga digambarkan tegas dalam memegang prinsipnya. Misalnya dalam memegang amanah untuk menjaga  emas yang dititipkan kepadanya hingga akhir hayatnya termasuk di masa-masa keluarganya memerlukan uang untuk hidup. Ia juga memprotes tindakan kesewenangan-wenangan yang dilakukan oleh Arcadio, cucunya sendiri dan menentang kolonel aureliano buendia, anaknya yang akan menghukum mati  Moncada. Dalam sebuah bab diceritakan ursula menentang anaknya dengan sengit bahkan membawa semua ibu para perwira revolusioner untuk bersaksi membebaskan Moncada yang dipandang ursula memiliki pemerintahan yang terbaik yang pernah ada di Moconda. Di pengadilan ursula berujar “ tetapi jangan lupa, sepanjang Tuhan memberikan kami hidup, kami adalah ibu dan tak peduli seberapa revolusionernya kalian, kami punya hak untuk memelorotkan celana kalian dan memukul kalian begitu  ada tanda-tanda kalian tidak menghormati kami lagi “. Meski akhirnya perlawanan sengit itu berakhir dengan dihukum matinya Moncada, Ursula dengan hati kesal , kembali, tetap membuka rumah, menyiapkan makan hangat dan memberikan kamar sebagai tempat tinggal untuk anaknya.Bahkan ia pernah berujar kepada putranya “ aureliano, berjanjilah kepadaku, sekiranya diluar sana kau dalam kesulitan, maka kuharap kau mengingat ibumu “. Ketika menginjak usia 130 an tahun dan kehilangan penglihatannya, ursula tetap mempertahankan keberadaannya sebagai ibu keluarga Buendia dengan terus memelihara rumah  dan terlibat dalam kehidupan keluarga itu hingga tak seorang pun menyadari kebutaannya.
 Tokoh perempuan lainnya yang menarik perhatian saya adalah Petra Contes. Petra adalah wanita simpanan sekaligus cinta sejati Aureliano Segundo ( generasi ke-empat keluarga Buendia). Ia tiba di Macondo sebagai seorang remaja dengan suami pertamanya. Setelah kematian suaminya, ia memulai hubungan dengan Jose Arcadio Segundo sekaligus berhubungan dengan Aureliano Segundo, tanpa mengetahui bahwa Jose Arcadio Segundo dan Aureliano Segundo adalah dua orang berbeda (saudara kembar). Setelah Jose Arcadio memutuskan untuk meninggalkannya, Aureliano Segundo mendapatkan maafnya dan tetap di sisinya. Aureliano tetap menemuinya, bahkan setelah pernikahannya. Pada akhirnya Aureliano tinggal bersama dengan Petra, yang membuat istrinya Fernanda del Carpio sakit hati. Pada saat Aureliano dan Petra bercinta, binatang-binatang ternak mereka berkembangbiak pada tingkat yang menakjubkan, namun ternak mereka habis setelah hujan empat tahun. Petra dan Aureliano Segundo digambarkan sebagai pasangan yang senantiasa berbagi kepada orang lain, mereka ramah, membagi hartanya dan senantiasa menyambut orang-orang di rumahnya. Bahkan ketika Aureliano Segundo meninggal, Petra yang merupakan istri simpanan berusaha menghasilkan uang dengan cara kerja serabutan dan tetap mengirimkan secara rahasia keranjang-keranjang makanan untuk Fernanda, istri sah Aureliano Segundo dan keluarga buendia seperti ketika aureliano segunda masih hidup. Hal itu dilakukannya karena ia sangat menyayangi keluarga Buendia meski tidak pernah mendapat pengakuan dari keluarga tersebut. Ironisnya, ia selalu  menganggap dan memperlakukan Fernandia, istri sah Aureliano sebagai putrinya. Petra juga menjadi satu-satunya orang yang memikirkan Santa Sofia de la Piedad, ibu mertuanya yang digambarkan sebagai perempuan yang pendiam, tekun, tidak pernah mengeluh, tetap menjaga kebersihan dan membereskan rumah, yang oleh Fernanda (istri sah) dipandang sebagai pembantu rumah tangga bahkan setelah mengetahui bahwa ia adalah ibu dari suaminya. Petra selalu memastikan bahwa santa sofia de la piedad memiliki sepatu yang bagus untuk dipakai jalan dan selalu punya pakaian.

Hal lain yang juga menarik perhatian saya adalah bahwa setiap tokoh memiliki kesunyiannya sendiri-sendiri yang tidak diketahui dan disangka-sangka oleh orang lain.  Misalnya Amaranta yang menyimpan rahasia tentang hubungan sedarah yang dilakoninya dengan dan Aureliano jose, ponakannya maupun dengan Jose Arcadio, cucunya yang dimulai sejak Amaranta membesarkan mereka maupun rasa sayang sekaligus kebencian yang dalam yang dirasakan oleh Amaranta kepada Rebecca. Begitu juga Kolonel Aureliano Buendia yang menyadari bahwa sejatinya dirinya berperang dan berjuang murni karena kebanggaan, bukan dilandasi suatu idealisme atau cita-cita revolusioner seperti diperkirakan orang-orang. Rahasia-rahasia yang dipendam oleh para tokoh ini mengingatkan saya pada pepatah “ isi hati orang tak ada yang bisa mengukur “. dan tak ada yang tak mungkin bisa terjadi di dunia ini. Segila apapun itu.


Meskipun sering mengernyit saat membacanya, novel ini banyak menyajikan hal menarik dan menakjubkan.Secara keseluruhan, saya akhirnya memahami mengapa novel ini menjadi salah satu karya terbaik Gabriel Garcia Marquez. Kompleksitas cerita, tokoh-tokoh, pesan dan cara menyajikannya sungguh sangat luar biasa. Sedikit banyak mengingatkan saya pada karya-karya Pramoedya Ananta Toer dan J.K Rowling.

0 komentar:

Posting Komentar