SERATUS TAHUN KESUNYIAN
Kunjungan terakhir ke Yogyakarta ,
awal april kemarin, mempertemukan saya dengan novel karya Gabriel Garcia
Marquez “ Seratus Tahun Kesunyian “. Buku rekomendasi goen ini saya baca di
sela-sela kesibukan kantor dan kegiatan off campus diklat. Alhamdulillah,
setelah nyaris sebulan, buku ini pun akhirnya bisa tuntas pagi tadi ( lamanyaaaaaa.....
hehehe ).
Buku ini diawali dengan catatan
penyunting yang dilanjutkan dengan penyajian peta silsilah keluarga Buendia. Pertama
kali mengamati peta ini, saya dibuat dibingung dengan pilihan nama tokoh yang serupa,
terkhusus nama Jose Arcadio dan Aureliano yang nyaris berulang di setiap
generasi. Mengingat saya membaca novelnya dengan cara mencicil selembar demi
selembar setiap harinya,maka peta ini cukup membantu. Setiap akan melanjutkan
bacaan saya terlebih dahulu kembali ke peta silsilah keluarga Buendia untuk memahami
lagi alur cerita novel.
Novel Seratus Tahun Kesunyian
bercerita tentang 7 generasi keluarga Buendia selama seratus tahun. Diawali
dengan pembentukan Kota Macondo yang dipimpin oleh Jose Arcadio Buendia (
generasi pertama ) dan diakhiri oleh lenyapnya kota macondo oleh terpaan angin
topan ketika Aurelio ( generasi ke enam ) berhasil memecahkan misteri
perkamen-perkamen Melquides ( seorang gipsy ) yang terjadi hanya beberapa saat
setelah kematian Aureliano ( generasi ketujuh
/ generasi terakhir ) akibat dimakan oleh semut-semut. Dalam rentang seratus
tahun ini, diceritakan pasang surut keluarga Buendia. cerita tentang generasi
buendia yang berjaya dimana mereka menjadi keluarga yang paling berilmu, berpengaruh,
terpandang dan terkaya di Macando hingga generasi buendia yang mengalami masa
kelam dimana generasi keluarga ini terpaksa menjual perabot keluarga untuk uang
makan, menjarah tanah rakyat secara paksa dll. Diceritakan pula kisah cinta para
tokoh hingga hubungan sedarah yang dilakoni keluarga Buendia secara berulang.
Ada beberapa hal yang menarik
perhatian saya ketika membaca novel ini. Salah satunya adalah para tokoh wanita
yang mendampingi para pria buendia. tokoh-tokoh wanita tersebut ditampilkan
sebagai sosok kuat, tegar dan tegas dengan prinsipnya masing-masing. Tokoh
perempuan juga digambarkan lebih membumi dibandingkan tokoh laki-laki keluarga buendia
yang penuh dengan mimpi, ambisi dan cenderung sibuk dengan dirinya sendiri. Salah
satunya adalah Ursula Iguaran yang merupakan istri Jose Arcadio Buendia (
generasi pertama keluarga Buendia di Macondo ). Ketika suaminya menghabiskan
lebih banyak waktu untuk mencari ilmu, mendalami astronomi dan ilmu kimia serta
berupaya mewujudkan ide-idenya daripada bersama keluarganya sendiri. Ursula hadir
sebagai tokoh ayah sekaligus ibu dalam rumah tangganya. Ia membersihkan rumah,
memasak, mengurus anak sekaligus mencari nafkah dengan mengurus bisnis permen
untuk menghidupi keluarganya. Ketika anaknya Jose Arcadio menghilang, dialah
yang berkelana mencari sang anak. Sosok Ursula juga senantiasa berusaha
menghadirkan rumahnya sebagai tempat kembali yang nyaman untuk para anggota keluarganya,
meski tak jarang ia tidak menyukai perilaku anggota keluarganya itu. Misalnya, dengan
lapang dada ia menerima, membaptiskan dan membuka rumahnya bagi 17 anak laki-laki dari ibu-ibu yang dihamili
oleh kolonel aureliano buendia (putranya) ketika di medan perang serta memberi
mereka nama aureliano sebagai nama depan dengan nama belakang ibu mereka masing-masing atau
bagaimana ia tetap menyiapkan kamar dan makanan hangat bagi putranya yang
kembali dari medan perang dengan perilaku yang kejam dimana ia sebagai ibunya
sendiri tetap diwajibkan berdiri 10 kaki dari anaknya ketika berbicara.
Ursula juga digambarkan
tegas dalam memegang prinsipnya. Misalnya dalam memegang amanah untuk menjaga emas yang dititipkan kepadanya hingga akhir
hayatnya termasuk di masa-masa keluarganya memerlukan uang untuk hidup. Ia juga memprotes
tindakan kesewenangan-wenangan yang dilakukan oleh Arcadio, cucunya sendiri dan
menentang kolonel aureliano buendia, anaknya yang akan menghukum mati Moncada. Dalam sebuah bab diceritakan ursula
menentang anaknya dengan sengit bahkan membawa semua ibu para perwira
revolusioner untuk bersaksi membebaskan Moncada yang dipandang ursula memiliki
pemerintahan yang terbaik yang pernah ada di Moconda. Di pengadilan ursula
berujar “ tetapi jangan lupa, sepanjang
Tuhan memberikan kami hidup, kami adalah ibu dan tak peduli seberapa
revolusionernya kalian, kami punya hak untuk memelorotkan celana kalian dan
memukul kalian begitu ada tanda-tanda
kalian tidak menghormati kami lagi “. Meski akhirnya perlawanan sengit itu
berakhir dengan dihukum matinya Moncada, Ursula dengan hati kesal , kembali, tetap membuka
rumah, menyiapkan makan hangat dan memberikan kamar sebagai tempat tinggal untuk anaknya.Bahkan
ia pernah berujar kepada putranya “ aureliano, berjanjilah kepadaku, sekiranya
diluar sana kau dalam kesulitan, maka kuharap kau mengingat ibumu “. Ketika menginjak
usia 130 an tahun dan kehilangan penglihatannya, ursula tetap mempertahankan
keberadaannya sebagai ibu keluarga Buendia dengan terus memelihara rumah dan terlibat dalam kehidupan keluarga itu hingga
tak seorang pun menyadari kebutaannya.
Tokoh perempuan lainnya yang menarik perhatian saya adalah Petra Contes. Petra
adalah wanita simpanan sekaligus cinta sejati Aureliano Segundo ( generasi ke-empat keluarga Buendia). Ia tiba di Macondo sebagai seorang remaja dengan
suami pertamanya. Setelah kematian suaminya, ia memulai hubungan dengan Jose
Arcadio Segundo sekaligus berhubungan dengan Aureliano Segundo, tanpa mengetahui
bahwa Jose Arcadio Segundo dan Aureliano Segundo adalah dua orang berbeda
(saudara kembar). Setelah Jose Arcadio memutuskan untuk meninggalkannya,
Aureliano Segundo mendapatkan maafnya dan tetap di sisinya. Aureliano tetap
menemuinya, bahkan setelah pernikahannya. Pada akhirnya Aureliano tinggal
bersama dengan Petra, yang membuat istrinya Fernanda del Carpio sakit hati.
Pada saat Aureliano dan Petra bercinta, binatang-binatang ternak mereka
berkembangbiak pada tingkat yang menakjubkan, namun ternak mereka habis setelah
hujan empat tahun. Petra dan Aureliano Segundo digambarkan sebagai pasangan
yang senantiasa berbagi kepada orang lain, mereka ramah, membagi hartanya dan
senantiasa menyambut orang-orang di rumahnya. Bahkan ketika Aureliano Segundo
meninggal, Petra yang merupakan istri simpanan berusaha menghasilkan uang dengan
cara kerja serabutan dan tetap mengirimkan secara rahasia keranjang-keranjang makanan untuk
Fernanda, istri sah Aureliano Segundo dan keluarga buendia seperti ketika aureliano
segunda masih hidup. Hal itu dilakukannya karena ia sangat menyayangi keluarga Buendia
meski tidak pernah mendapat pengakuan dari keluarga tersebut. Ironisnya, ia selalu menganggap dan memperlakukan Fernandia, istri sah Aureliano sebagai putrinya. Petra juga menjadi satu-satunya orang yang memikirkan Santa Sofia de la Piedad, ibu
mertuanya yang digambarkan sebagai perempuan yang pendiam, tekun, tidak pernah
mengeluh, tetap menjaga kebersihan dan membereskan rumah, yang oleh Fernanda (istri
sah) dipandang sebagai pembantu rumah tangga bahkan setelah mengetahui bahwa ia
adalah ibu dari suaminya. Petra selalu memastikan bahwa santa sofia de la piedad memiliki sepatu
yang bagus untuk dipakai jalan dan selalu punya pakaian.
Hal lain yang
juga menarik perhatian saya adalah bahwa setiap tokoh memiliki kesunyiannya
sendiri-sendiri yang tidak diketahui dan disangka-sangka oleh orang lain. Misalnya Amaranta yang menyimpan rahasia
tentang hubungan sedarah yang dilakoninya dengan dan Aureliano jose, ponakannya
maupun dengan Jose Arcadio, cucunya yang dimulai sejak Amaranta membesarkan mereka maupun rasa sayang sekaligus kebencian yang dalam yang dirasakan oleh Amaranta
kepada Rebecca. Begitu juga Kolonel Aureliano Buendia yang menyadari bahwa sejatinya
dirinya berperang dan berjuang murni karena kebanggaan, bukan dilandasi suatu
idealisme atau cita-cita revolusioner seperti diperkirakan orang-orang. Rahasia-rahasia yang dipendam oleh para tokoh ini mengingatkan saya pada pepatah “
isi hati orang tak ada yang bisa mengukur “. dan tak ada yang tak mungkin bisa
terjadi di dunia ini. Segila apapun itu.
Meskipun sering
mengernyit saat membacanya, novel ini banyak menyajikan hal menarik dan
menakjubkan.Secara keseluruhan, saya akhirnya memahami mengapa novel ini
menjadi salah satu karya terbaik Gabriel Garcia Marquez. Kompleksitas cerita,
tokoh-tokoh, pesan dan cara menyajikannya sungguh sangat luar biasa. Sedikit
banyak mengingatkan saya pada karya-karya Pramoedya Ananta Toer dan J.K
Rowling.
Komentar
Posting Komentar